Selasa, 24 November 2009
BAB IV
METODOLOGI MEMAHAMI SUNNAH
A. MEMAHAMI SUNNAH SESUAI PETUNJUK AL QUR’AN
Untuk memahami sunnah dengan baik jauh dari penyimpangan pemalsuan dan penakwilan yang keliru kita harus memahami sesuai dengan petunjuk Al Qur’an yaitu dalam binkai tuntunan Ilahi yang kebenaranyya dan keadilannya bersifat pasti
Al Qur’an adalah roh ekstensi islam dan asas bangunannya ia adalah konstitusi illahi yang menjado rujukan bagi setiap perundang-undangan dalam islam baik sedara teoristis maupun praktis.
Tugas seorang rasula adalah menjelaskan kepada manusia risalah yang diturunkan untuk meraka, oleh karena itu penjelasan tidak mungkin bertentangan dengan apa yang dijelaskan, penjelasan nabi berkisar pada Al Qur’an dan tidak pernah melampauinya. Oleh karena itu tidak ada sunnah yang sahih bertentangan dengan ayat-ayat al qur’an yang muhkamat keterangan-keterangannya yang jelas.
Jika sebagian orang ada yang menganggap adanya pertentangan maka hal ini disebabkan hadis itu tidak dsahih atau pemahaman kita tidak benar atau pertentangan itu bersifat semu, bukan hakiki itu berarti sunnah harus dipahami dalam konteks Al Qur’an.
B. KLAIM ADANYA PERTENTANGAN HADIS DENGAN AL QUR’AN
dalam hal ini perlu diperhatikan agar tidak senmbarangan melontarkan tuduhan adanya hadis hadis yang bertentangan dengan al qur’an tanpa dasar yang kaut.
Dahullu Mu’tazilah telah menyimpang dari kebenaran ketika mereka berani menolak hadis hadis yang menyebutkan adanya syaf’at di akhirat oleh para malaikat, dan kaum muknmin yang sal;ih yang diberikan pada para pendosa dari ahli tauhid allah mamuliakan mereka dengan karunianya rahmatNya serta syafa’atnya para pemberi syafaat.
Al qur’an tidak menafikan adanya pemberi syafaat secara mutlak seperti pembagian pnedapatal qur’an hanya mebnafikan sebagaiman yang diklai kaum musuh dan para penyimpang agama, mereka yang menjerumuskan diri dalam kebinasaan dan memeprcayai bahwa para pemberi syafaat dan perantara ( antara mereka dan Allah) itu akan mampu menghilangakan siksa sebagaimana para raja yang zalim.
C. MENGHIMPUN HADIS HADIS YANG BERTEMAKAN SAMA
untuk memahami sunnah nabi dengan baik kita harus menghimpuna hadis hadis yang bertemakan sama hadis yang mutasyabih ahrus kepada yang muhkam, yang mutlaq harus dihubung kan dengan yang muqayyad, dan ayang ‘am harus ditafsirkan dengan yang khas dengan demikian makna yang dimaksud akan semakin jelas dan satu sama lain akan tidak boleh dipertentangkan.
D. MENGGABUNGKAN ATAU MENTARJIH HADIS- HADIS YANG BERTENTANGAN
pada prinsipnya nash nash syari’at idak bertentangan sebab kebenaran tidak akan bertentangan dengan kebenaran seandainya ada maka hal itu hanya kelihatan dari luar saja kewajiban kita adalah menghilangkan peretntangan yang diklaim tersebut.
Bila pertentangan itu dapat dihilangkan dengan cara menggebungkan atau menyesuaikan antara kedua nash tanpa memaksakan atau mengada ada.
Hal ini lebih baik dari pad mentrajih yang berarti mengabaikan salah astu dari keduanya dan memprioritaskan yang lain.
Dapat pula kita letkkkan hadis itu pada tempatnya masing masing ,sehingga sesuai dan menjadi satu kesatuan.
Kita hanya menebutjkan hadis sahih dalampembahasan ini karen ahadis lemah tidak masuk dalam pembahasan ini tidak perlu menggabungkan hadis hdis yang lemah dengan hadis sahih bila ada pertentangan antar keduanya kecuali jika hendak meremehkan masalah.
Dalam hal ini hadis ziarah kubur bagi wanita
عن ابي هريره ان رسوا لله صلي الله عليه وسلم لعن زوارة القبور
Artinya :
“Dari abu hurairah bahwa Rasulullah SAW melaknat seorang wanita yang berziarah kubur.”
Diriwayatkan juga dari ibnu abas dan hasan bi tsabit denagn redksi “ zairat al-qubur” ( wnita wanita prziarah kubur) juga dikauatkan beberapa hadis larangan waniata mengantar jenazah,dengan secara eksplisit disimpulkan larangan berziarah kubuar.
Disisi lain ada hadis yang berlawanan dengan hadis tersebut yang dimaknai adanya kebolehan berziarah bagi wanita sebagaiman hadis nabiSAW:
كنت نيتكم نن زيارةالقبور فتزروها
Artinya:
”aku pernah melarang kalian mneziarahi kubur adapun sekarang berziarahlah.”
Dalam hadis diatas nabi menyatakan ketidak sukaan beliau terhadap sikap wanita yang tidak bersabar dengan musibah, tapi beliau tidak melarang menziarahinya.
nasakh dalam hadisdalam hal ini ada baiknya kita mengutip pendapat al baihaqi dalam ma’rifah as- Sunnan wa atsar yang sanadnya bersambung kepada iamam syafi’i.
Apa biala ada hadis yang keduanya dapat diamalkan bersamaan maka kedauanya haru sdiamalkan dan salah satu tidak dapat membatalkan yang lainnya, tetapi bila keduanya bertentang an ada dua cara untuk menyelesaikannya.
Pertema, apabila di ketahui salah satunay nasikah ( menghapus) dan lainya mansukh( dihapus) hadis yang nasikh diamalkna dan yang mansukh ditinggalkan.
Kedua, bila tidak diketahui mana yang nasikh dan mana yang mansukh kita tidak boleh engamalkan yang satunya dan meninggalkan yang lainya kecuali ada lasan bahwa hadis yang diamlakan lebih kuat atau lebih dekat maksudnya dengan la qur’an dan sunnah nabi yang lainya atau lebih mendekati pada hal yang menjadi pegangan para ahli, atau lebih layak untuk dianalogikan atasnya, menjadi pegangan myoritas para sahabat.
F.MEMAHAMI HADIS SESUAI DENGAN LATAR BELAKANG SITUASI DAN KONDISI SUATU TUJUANNNYA
Salah satu metode yang tepat memahami al hid s adala melihat sebab khusus atau alasan tertentu yang menjadi latar belakang suatu hadis baik tersurat maupun tersirat atau dipahami dari kejadina yang menyertainya yang kadang kadang untuk mencaapi kemaslahatan tertentu seingga hukum tidak berlaku jika lasannya tidak ada.
1.HADIS TENTENG URUSAN DUNIA
انتم اعلم بامردنياكم
artinya:
“Kalian lebih mengetahuitentang dunia kalian.”
sebagian orang mejadikan hadis ini sebagai dalih untuk meghindatri sdayriat dalam bidang ekonomi, sosial politik dan lai lain, menurut mereka semua itu adalah urusan dunia yang mereka lebih mengetahui sehingga diserahkan pada mereka secara penuh.
hadis diatas dialihat sebabmunculnya yaitu kisah penyerbukan kurma saran nabi agar tidak melakukan peneyerbuakn atas dasar perkiraa,n, beliau bukan ahli pertanian dan hidup didaerah tandus Namun kaum anshar mengira saran tersebut sebagi wahyu kemudian mereka meninggalkan kebiasaan mereka dalam penyerbuka akan tetapi hasilnya tidak bagus, nabi bersabad a aku hanya praduga saja maka janganlah kalian melakukan praduga itu sampai kemudian beliau bersabda “kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian.”
G. METODE SAHABT DAN TABI’IN DALAM MELIHAT ILLAT SERTA KORELASI YANG MELINGKUPINYA
melihat faktor yang meltar belakangi turunnya sutau hadis adalah cara yang ditempuh oleh para sahbat dan tabi’in adakalnya mereka meninggalkan pengamalan makna lahiriah hadis manakal hadis itu diutarakan untuk mengatasi kondisi tertentu, pada masa nabi dan sekarang kondisi itu telah berubah.
Misalnya dalam peristiwa pembagian oleh nabi tanah khiabar kepada para pasukan yang ikut dalam penaklukannya, namun kemudian umar tidak membagikan tanah rampasan pernga irak alasanya tanah itu sebaiknya tetap berada di tangna pemiliknya tetapi mereka diharuskan membayar pajak tanah (kharraj) agar hal itu menjadi penghasilan tetap bagi generasi muslim kemudian.
Mengenai hal ini ibnu Qudaimah pernah berkat: pembagian yang dilakuakn nabi atas tanah khaibar karen adanya kebutuhan yang mendesak sedang pada masa nabi tanah tersebut lebih maslahat dengan diwakafkanitulah yang wajib dilakukan.
H. SUNNAH ANTARA REDAKSI DAN MAKNANYA
berpegang pada makna lahiriayah sunnah adakalanya tidak menampakkan jiwa dan maksud sunnah yang sebenarnya. Bahkan bertentangan dengannya meskipun secara lahiriah berpegang pada sunnah.
Contohnya sikap tegas orang orang yang menolak dengan tegas pemberian zakat dengan uang sekiranya saudara saudar kita mau merenungkan permasalahan yang sebenarnya, bahwa mereka telah menyalahi nabi SAW sekalipu kelihatannya mereka telah mengikuti maksudnya namun mereka hanya memperhatikan “tubuh” sunnah dan mengabaikan “roh”nya
Karena kadang uang lebih dibutuhkan dari pada bahan kmakanan atau bahkan pemberian bahan makann mentah membembani mereka untuk menjual lagi guna memenuhi kebutuhannya.
I. MEMBEDAKAN SARANA BERUBAH DAN TUJUAN YANG TETAP
Diantara penyebab kekeliruan dalam memahami sunnah adalah bahwa sebagian orang mencampur adukan antara tujuan yang tetap dengan dengan sarana yang temporer atau lokal yang menunjang pencapaian tujuan. Mereka lebih mementingkan sarana seolah itulah yang menjadi tujuan yang sebenarnya padahal siapa yang mendalami sunnah dan rahasianya tahu bahwa yang terpenting adalah tujuan yang tetap abadi adapun saran bias berubah sesuai dengan perubahan lingkungan zaman, adat kebiasaan dan sebagainnya.
J. PEMAHAMAN HADIS ANTARA HAKIKAT DAN MAJAS
pengetina majaz disini mencangkup majas lughawi, isti’anah, kinayah dan berbegai ungkapan yang lainnya yang tidak menunjukkan makna sebenarnya secara langsung tapi hanya dapat dipahami berbagai indikasi yang menyertainya , baik yang bersifat tekstual dan kontekstual.
Termasuk didalamnya kepercayaan imajener yang dinisbatkan kepada binatang-binatang, benda mati serta makna abstrak tertentu, ketika rasulullah berkata kepada istri-istri beliau :
اسرعكن لحاقا بي اطولكن بدا
Artinya:
“yang paling cepat menyusulku diantara kalian sepeninggalku adalah yang paling panjang tangnnya.”
Mereka mengira yang dimaksud disisni adalah orang yang paling panjang tangnannya, padahal yang dimaksud disisni adalah dermawan, sesuai dengan sabda beliau dikemudian hari diantara istri beliau yang paling cepat meninggal dunia adalah Zaenal Binti Jahsy dia dikenal dengan wanita termpil berkarya dengan kedua tangannya dan suka bersedekah.
K. HATI-HATI DENGAN PENAKWILAN YANG BERLEBIHAN
disini saya ingin mengingatkan bahwa penakwilan atas hadis-hadis dan nash-nash secara umum, dengan memalingkandari makna lahiriyah, termmasuk tindaka yang berbahaya,
sering hadis ditakwilkan berdasarkan penilaian subjektif atau factor waktu dan tempat. Namun , setelah diteliti lebih jauh ternyata lebih baik dipahami sesuai dengan makna lahiriyah, diantara hadis:
من قطع سدرة صوب الله راسه في النار
Artinya:
“ Barang siapa menebang sebuah pohon bidara, Allah akan menghujamkan kealanya kedalam neraka.”
Hadis tersebut diriwayatkan dari berbagai redaksi. Sebagian komentator hadis menakwilkannya bahwa yang dimaksud adalah menebang pohon yang berada ditanah suci (Mekah atau Madinah) padahal kata pohohn bidara ini berbentuk (nakiroh) dalam konteks kalimat bersyarat , karena itu ia mencakup setiap pohon bidara dimanapun berada, saya cenderung lebih memahami bahwa hadis tersebut mengingatkan satu hal penting yang banyak dilupakan orang, pentingnya pepohonan, terutama pohon bidara dinegri arab Karen mempunyai banyak manfaat, saya (penulis) merujuk pada sunan abu dawud yang
من قطع سدرة في فلاةيستطل بها ابن السبيل والبها ئم غبثا وطلما بغير حق يكون له فيها صوب الله راسه في النار
Artinya ,
” Barang siapa menebang pohon diauatu tempat terbuka, yang digunakan untuk berteduh para musafir dan binatang, dengan kesewenangan, kezaliman, danm atanpa alas an yang dibenarkan, maka Allh SWTmenghujamkan kepalanya kedalam neraka .”
L. PENAKWILAN YANG DITOLAK
Diantara penakwilan yang ditolak adalah apa yang dilakkukan kaum batiniyah yang tidak ada dalilnya baik dari susunan kalimatnya maupun konteksnya
Misalnya pendapat mereka tentang hadis
تسحرو فان في تسخر بركة
Artinya:
“Bersahurlah sebab dalam sahur itu terdapat berkah”
Menurut mereka yang dimaksud dalam sahur ini adalah istghfar. Memang membaca istighfar pada waktu sahur (yakni dibagian akhir malam) termasuk hal yang sangat dianjurkan oleh Al Qur’an dan Sunnah. Namun yang dimaksud sahur dalam hadis ini adalah suatu penakwialan yang menyimpang dan tidak dapat diterima.
M. IBNU TAIMIYAH DAN PENOLAKANNYA TERHADAP MAJAZ
Penulis tahu Syekh Islam Ibnu Taimiyah meolak adanya majaz dalam al qur’an, sunnah dan bahasa secara umum, dengan berbagai argumentasi dan pertimbangan, penulis tahu alasan beliau, Ibnu Taimiyah bermaksud menutup pintu bagi mereka yang menakwilkan hal hal yang berkaitan dengan sifat sifat Allah SWT yang biasa disebut kaum mu’attilah yang menjadikan sifat-sifat Allah SWT bersifat pasif tidak aktfif, bersifat nafiy (penafian) bukan isbat (penetapan).
Benar saya (penulis) sependapat dalam hal berkaitan dengan sifat-sifat Allah SWT, alam ghaib, dan keadaan akhirat lebih baik kita tidak menakwikannya tanpa alas an yang jelas. Hal ini kita kembalika kepada AllahSWT yang mengetahuinya, kita jangan memaksakan untuk mengetahui apa yang tidak kita tahu. Sebaiknya kita berkata seperti orang yang diucapka orang yang mendalam ilmunya : “Kami beriman klepadaNya semua itu berasal dari Tuhan kami.”( Q.S. Ali Imran [7] :7)
N. membedakan antar yang ghaib dan yang nyata
Diantar masalah yang dibahas dalam sunnah adalah masalah alam . misalnya malaikat yang diciptakan oleh Allah SWT untuk melakukan berbagi tugas:
وما يعلم جنودربك الا هو
Artinya
“dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia.”
Dan banyak hadis lainnya, perlu saya tambahkan, bahwa sebagian hadis yang membahas permasalahan tersebuat tidak sahih untuk dijadika pegangan sehingga tidak perlu dipertimbangkan. Disini saya akan membahas hadis yang sahih saja, seorang da’I yang arif tidak akan menyibukkan pikiran para pembaca atau pendengarnya dengan hadis yang hadis yang menimbulkan berbagai pikiran ornag orang modern. Dia tidak akan berpegang pada ilmu yang tidak membawa kebaikan dalam agama dan kebahagiaan di dunia. Hadis hdis tersebut hanya ketika diperlukan saja.
Sikap yang paling benar dituntut logika keimanan dan tidak ditolak oleh logika akal adalah mengatakan setiap kali dihadapkan pada hal hal yg ghaib: “kami beriman dan percaya”
Setiap kali dihadapakan pada amalan ibadah yang diwajibkan atas kita “ kami mendengar dan kami patuhi.” Tanpa perlu menanyakan hakikat dan caranya karena akal kita tidaka akan mampu memahami hal hal ghaib . Allah SWT menciptakan akal manusia tanpa membeklainya kemampuan untuk mengetahui hal-hal ghaib, karena hgal itu tidak diperlukan dalam melaksanakan misi kekhalifahan di bumi.
O. MEMASTIKAN MAKNA ISTILAH DALAM HADIS
Untuk memahami dengan baik makna sunnah, penting sekali memastikanmakn yang ditunjukkan oleh kata-kata hadis sebab makn kata tersebut bias berubah dari waktu kewaktu, dalam perkembangannya perubahan ini semakin luas seiring dengan perubahan waktu perbedaan tempat dan perkembangan manusia sehingga terjadi perbedaan yang besar antar makna asli syri’ay dengan makn aslinya, dari sini timbullahh kesalahn pemahamn hadis tersebut itulah yang diperingatkan syariat agar makna dalam syari’at tidak diganti dengan istilah kontemporer sepanjang zaman.
0 komentar:
Posting Komentar