Search

Selasa, 24 November 2009

Diposting oleh santri kuliah

BAB II
USAHA KAUM MUSLIM UNTUK MENJAGA SUNNAH

A.KEOUNTETIKAN HADIS
Pada awalnya nabi melarang sahabat untuk menulis selain al qur’ansebagaimana diriwayatkan abu sa’id al khudri yang tujuannya agar al que’an tidak tercampur dengan yang lainnya.
Kemudian rasulullah mengizinkan mereka untuk menulis hadis Abdullah bi Amar menulis lembaran-lembaran ( As Sadiqah), demikian pula abu syah laki-laki dari Yaman.
Pembukuan hadis pertama secara resmi dilakukan pada zaman Umar bin Abdul Azis dengan metode musnad seperti musnad Abu Daud Tailisiyi, ada juga yang membukukan berdasarkan bab dinataranya Al Muwatha’ karya Malik bin Annas (wafat tahun 179H) dan mencapai puncaknyadengan lahirnya Kutubus Sittah.

B.PERJALANAN MENCARI HADIS
Tarikh tidak mengenal suatu uamt pun yang tekun mengembara mencari hadis kecuali umat Islam, terutama ulama hadis yang dengan susah payah menempuh perjalanan panjang dengan unta ataupun jalan kaki.
Jubair bin Abdullah pergimendatangi Abdullah bin Unais di Syam yang memerlukan waktu satu bulan untuk mendapatkan satu hadis yang belum diperolehnya dari Rasulullah, seorang sahabat pernah pergi ke Mesir untuk menemui Fudhalah bin Ubaid. Setelah sampai ia berkata, “Aku datang kemari bukAn untuk bersilaturrahmi kepadamu, tetapi aku ingin mendengar penjelasan yang kita dengar dari Rasulullah SAW.”
Kasus diatas menjelaskan penyebab para sahabat pergi mengembara seperti itu adalah karena ingin mendapatkan hadis Rasulullah, memantapkan hapalan sekalipun menempuh perjalanan satu bulan sehingga tampak motivvasi mereka untuk mencari isnad yang tinggi untuk menyingkat jalur hadis yang menyambung.

C.DASAR-DASAR ILMU HADIS
Para pakar telah membuat kaidah dan meletakkan dasar dalam bidang ini sehingga menjadi ilmu yang sangat luas yaitu Ulumul Hadis. Imam Ibnu Salah dalam dalam kitab Al Muqadimah menyebutkan sampai 65 cabang yang diikuti oleh Imam Nawawi, Ibnu Hajar serta Al Iraqy sedikit ditambah oleh Imam Suyuthi dalam syarah taqrib menjadi 93 cabang .
Kaidah utama berkaitan dengan ini adalah mereka tidak menerima hadis tanpa isnad yaitu menolak riwayat yang langsung mengatakan Rasulullah bersabda, kecuali jika rawi tersebut sahabat yang melihat dan mendengar langsung dari Rasulullah karen semua sahabat jujur dan tsiqah karen sesuai dengan pujian nabi , dan dari beberapa ayat.
Selain harus menyandarkan hadisnya pada sahabat dan menerangakan dari riwayat siapa ia mendapatkannya sampai menyambungnya pada sahabat, persambungan silsilah periwayatan itulah yang dinamakan ulama muslim sebagai isnad atau sanad mereka sangat ketat dalam penerimaan sanad terutama sejak timbulny fitnah pada masa khalifah Utsman,diantara syarat-syarat terpenuhinya sanad adalah:
1). Setiap perwi harus diketahui kepribadiannya dan keadaannya atau biografinya tidak diterima sandnya seseorang yang tidak diketahui namanya, daerahnya, guru dan muridnya tempat hidup , dan kapan meninggalnya.
2). Rawi harus mempunyai sifat adil yakni menjalankan perintah agama, mempunyai akhlak yang baik dan terpercaya dalam apa yang diriwayatkannya dan tidak ada cacat sedikitpun dalam perjalanan kepribadian rawi.
Mereka menfsirkan adil yaitu terhindar dari kefasikan dan keburukan prilaku, bulti dari keadilan adalah tidak pernah berbuat dosa besara dan tidak mengerjakan dosa kecil terus menerus.
Lebih dari itu disamping ketakwan mereka juga mensyaratkan muru’ah atau terbebas dari sifat hina atau prilaku yang jelek menurut kesepakatan manusia seperti makan dijalan.
3). Seorang rawi belum bisa diterima riwayatnya jiak hanya memenuhi dua persyaratan diatas dia harus mempunyai sifat adil dan amanah atau dhabit , baik dhabit sadri (kekuatan hapalan), maupun dhabit kitabah (penulisan yang baik) semua diketahui dengan cara membandingkan riwayat satu dengan yang lainya.
Banyak perwi yang dhabit dan bagus hapalannya tetapi karena usianya yang sudah tua ia lemah dalam ingatannya sehingga hapalannya tidak lancar, maka para ulama hadis melemahkanhadis seperti ini dan mengatakan “di akhir hayatnya hapalannya kacau.” Para penghimpun hadis mensikapai perawi seperti ini dengan cara berbeda, jika diriwaytkan sebelum hapalannya kacau maka hadisnya dietrima jika setelahnya maka hadisnya ditolak.
4). Seluruh sanadnya harus bersambung dari awal sampai akhir bila terputus diawal, tengah-tengah ataupun akhir maka hadis tersebut menjadi dha’if atau ditolak meskipun syaratnya yang lain terpenuhi atau biasa disebut hadis mursal.
5). Hadis tidak mengandung syadz menurut para ulama hadis ialah hadis yang diriwayatkan oleh rawi tsiqah tetapi beretentangangan denga hadis yang lain yang lebih tsiqah perawinya.
6). Hendaknya hadis tersebut tidak mengandung illat yang merusak sanad dan matannya hal ini hanya diketahui oleh imam yang mendalami bidang ini yaitu mereka yang selalu membahas matan dan sanad dengan ilmu yang dinamakan Al I’llal.
Jelaslah bagi kita bahwa tidak ada lagi tempat bagi sebagian orang yang tidak dikenal dengan ilmu hadis untuk memberi prasangka buruk .

0 komentar: